Jumat, 12 Agustus 2016

Kaisar Hirohito (Tokoh Pemimpin Militeristik)

Kaisar Hirohito (Tokoh Pemimpin Militeristik)


Palembang, 12 Agustus 2016
Repost : http://lian05indonesian.blogspot.co.id/2008/08/hirohito-sebagai-aktor-perang-dunia-ii.html


 Perang Dunia II (PD II) merupakan perang yang terjadi antara Jerman, Jepang dan Italia melawan Sekutu. PD II berlangsung antara tahun 1939 hingga tahun 1945. Di Eropa, perang diawali dengan penyerangan Jerman atas Polandia sedangkan di Pasifik, Perang diawali dengan serangan mendadak atas pangkalan AL Amerika di Pearl Harbor oleh Jepang.

•Keterlibatan Jepang dalam PD II dapat ditelusuri mulai dari invasi Jepang atas Manchuria dan mendirikan negara boneka Manchukuo. Akibat dari hal tersebut adalah kecaman dari pihak Internasional yang kemudian ditanggapi Jepang dengan keluar dari Liga Bangsa-Bangsa. Terasingnya Jepang dari dunia Internasional ditambah dengan ditandatangganinya pakta pertahanan dengan Jerman dan Italia. Lebih jauh lagi, kemudian Jepang merebut Indocina yang pada waktu itu merupakan daerah pendudukan Perancis. Hal ini menyebabkan Amerika melakukan pembekuan dana dan embargo minyak terhadap Jepang, negosiasi kemudian diusahakan oleh pihak Jepang namun gagal. Akibatnya, pada tanggal 7 Desember Waktu Hawai atau tanggal 8 Desember Waktu Jepang, Pangkalan AL Amerika di Pearl Harbor, Hawai diserang secara mendadak melalui udara oleh pihak Jepang. Berawal dari sinilah Jepang terlibat langsung dalam PD II dan membawanya mampu menguasai hampir seluruh daratan Asia Tenggara, Korea dan Cina. Ketika pendudukan tersebut, Jepang melakukan banyak tindak kekejaman yang sampai saat ini masih menjadi bahan penelitian dan masih banyak menyisakan misteri.

•Serangan dan kemenangan Jepang kemudian dibalas pemboman atas kota-kota utama di Jepang oleh Amerika, mulai dari pemboman di atas kota Tokyo hingga yang terakhir adalah pemboman atas Hiroshima dan Nagasaki. Melihat kekuatan Amerika yang mampu memporak-porandakan kota-kota di Jepang ini, kemudian Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Dikukuhkan dengan penandatangganan Deklarasi Postdam pada tanggal 2 September 1945. Setelah perang berakhir, beberapa pemimpin Jepang ditetapkan sebagai penjahat perang dan dijatuhi hukuman mati. Namun, hingga sekarang banyak pihak yang belum puas dengan pengadilan di masa itu. Banyak tokoh yang dianggap bertanggung jawab justru lolos dari hukuman. Hirohito sebagai kaisar Jepang pada masa perang juga merupakan salah satu tokoh yang jangankan dihukum, diajukan ke meja hijau saja tidak pernah. Apakah benar Hirohito tidak memiliki peranan yang berarti sehingga terlepas dari tanggung jawab perang? Berawal dari pertanyaan ini saya mulai mencari tentang apa saja peran Kaisar Hirohito kaitannya dengan keterlibatan Jepang dalam PD II.

•Hirohito lahir di Puri Aoyama, Tokyo pada tanggal 29 April 1901, merupakan anak pertama dari Kaisar Yoshihito (Taisho). Ketika menjadi pangeran dan putra mahkota, Hitohito mendapatkan beberapa karir kemiliteran. Pertama, sebagai letnan Angkatan Darat Kekaisaran (1912), kemudian kapten dan letnan (1916), mayor dan wakil komandan (1920), letnan kolonel dan komandan (1923), dan kolonel dan komandan Angkatan Laut Kekaisaran (1924). Setelah Kaisar Taisho wafat, Hirohito kemudian dinobatkan sebagai kaisar Jepang ke-124 pada 25 Desember 1926 dan mendapat julukan Kaisar Showa. Ia merupakan kaisar Jepang yang memerintah paling lama yaitu 1926 - 1989 (zaman showa).

•Kedudukan kaisar dalam UU Meiji,
Bab I, Pasal III, Kaisar adalah suci dan tidak dapat diganggu gugat. Pasal IV, Kaisar adalah kepala kekaisaran, dalam dirinya terpadu hak-hak kekuasaan, dan Ia menjalankannyan sesuai dengan peraturan – peraturan dalam UU dasar ini. Pasal XI, Kaisar memegang jabatan tertinggi atas Angkatan Darat dan Angkatan Laut. Pasal XII, Kaisar menentukan organisasi serta kedudukan dalam masa perdamaian dari Angkatan Darat dan Angkatan Laut. Pasal XIII, Kaisar menyatakan perang, membuat perdamaian, dan membuat perjanjian-perjanjian.
Interpretasi dari UU tersebut menurut Prof. Fuji Shinichi adalah bahwa kekuasaan tertinggi berada pada Kaisar, di atas negara dalam arti yang luas, hal yang sama juga terdapat dalam kekuasaan kaisar, meliputi bidang-bidang pembuatan Undang-undang, pemerintahan, dan pengadilan. Artinya kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif semuanya berada di bawah kekuasaan tertinggi dari Kaisar, walaupun kekuasaan tidak dijalankan sendiri oleh kaisar.

•Masih terkait dengan UU Meiji, Hubungan Militer dengan kaisar sangatlah erat, angkatan bersenjata Jepang memiliki akses langsung kepada kaisar tanpa terikat kepada kabinet dan parlemen dengan dalih bahwa komando tertinggi berada di tangan kaisar. Dan memang jelas pula bahwa Kaisar Hirohito adalah pemegang jabatan tertinggi atas Angkatan Darat dan Angkatan Laut Jepang, dimana setiap kebijakan militer yang akan dilakukan Jepang sudah barang tentu harus melalui persetujuan Kaisar Hirohito. Apabila ditilik dari segi filosofi militer kekaisaran Jepang, kedekatan hubungan kaisar dan militer ini memang tidak bisa dipungkiri. Selain itu, militer Jepang adalah tentara kekaisaran yang mengabdi kepada kaisar yang artinya para tentara memiliki tingkat kepatuhan sampai pada pengorbanan total jika mengatas namakan kaisar.

•Peran Kaisar Hirohito sebagai simbol perang bagi Jepang pada PD II adalah hal yang sudah diketahui secara umum. Jepang membawa semboyan Tenno Haika Banzai dalam perang melawan sekutu dan pendudukan atas negara-negara lain. Bahkan, Jepang memberikan doktrin-doktrin kekaisaran kepada masyarakat dari mulai anak-anak hingga orang tua di daerah pendudukan Jepang. Salah satunya terlihat ketika Jepang merayakan hari ulang tahun Kaisar Hirohito maka, di seluruh daerah jajahan Jepang juga wajib dilaksanakan perayaan tersebut. Begitu juga ketika setiap pagi rakyat Jepang melakukan ojigi ke arah istana kaisar, maka di wilayah pendudukan Jepang juga dilakukan hal yang sama oleh tentara Jepang dan masyarakat daerah tersebut.

•Kaisar Hirohito sebagai pemegang kedaulatan tertinggi menjadi penentu akhir dari sebuah kebijakan yang akan diambil termasuk kebijakan perang. Bahkan, menurut catatan Kido Koichi (penasehat kaisar) ketika proses pembuatan kebijakan perang berlangsung sering kali dilaksanakan di hadapan Kaisar. Diantaranya dalam rapat istana (gozen kaigi) pada tanggal 19 September 1940 yang memutuskan bahwa Jepang akan mengadakan persekutuan dengan Jerman, kemudian rapat istana pada tanggal 2 Juli 1941 yaitu rapat tentang invasi Jepang ke wilayah selatan, ada juga rapat istana pada tanggal 1 Desember 1941 yang memutuskan Jepang berperang melawan Amerika sekaligus diputuskan Jepang akan menyerang Pearl Harbor, dan masih banyak rapat-rapat istana yang lain yang membahas tentang kebijakan perang. Dalam kaitanya dengan kekejaman perang, menurut sejarawan Jepang Akira Yamada dan Yoshiaki Yoshimi, Kaisar Hirohito juga terlibat dalam persetujuan pembuatan sistem comfort women (jugun ianfu) dan juga tragedi Nangking 1937.

•Sejalan dengan awal perang dan ketika perang, Kaisar Hirohito juga sangat berperan dalam mengakhiri keterlibatan Jepang dalam perang. Bermula dari melihat kekuatan perang Amerika yang tidak terduga setelah menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki maka, ketika rapat istana pada tanggal 9 dan 14 Agustus 1945, Kaisar Hirohito mengungkapkan bahwa sudah saatnya Jepang berhenti berperang dan menerima isi dari perjanjian Postdam. Pernyataan Kaisar ini mengakhiri perdebatan dalam rapat antara kubu yang menginginkan Jepang menyerah dengan kubu yang menginginkan Jepang tetap berperang. Setelah keputusan menyerah diambil oleh Kaisar Hirohito maka, kabinet segera menyusun cara bagaimana menyampaikannya kepada rakyat. Kemudian, diambil jalan bahwa Kaisar sendiri yang akan memberikan pernyataan melalui rekaman radio. Rekaman radio yang berisi pernyataan Kaisar tersebut disiarkan pada tanggal 15 Agustus 1945 dan menandai berakhirnya Perang Dunia II.

•Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Hirohito sebagai Kaisar Jepang memiliki peranan yang penting dalam keterlibatan Jepang ketika PD II dan bisa dikatakan bahwa dia juga turut bertanggung jawab dalam kaitannya dengan kekejaman yang dilakukan militer Jepang pada waktu perang.
Pada samudra yang mengelilingi keempat penjuru dunia Tiap manusia adalah bersaudara Mengapa menganginkan dan mengairi perang Mengganggu pardamaian diantara kita” IA adalah kaiser yang dicintai rakyat ini sebagai manusia “setengah” dewa. Atau dewa yang turun ke bumi. Namun tidak urung ada yang sangat tidak menyukainya. Sebuah koran kuning di Inggris The Sun dan The Star dalam salah satu tulisannya secara terang-terangan menyatakan dendam kepada Sang Kaisar Dan koran itu menganggap kesalahan terbesar yang dilakukan Kaisar Hirohito adalah tidak mencegah militerisme Jepang dalam Perang Dunia II. Padahal ia bisa melakukan hal itu hanya dengan satu lambaian tangan. “Bukankan ia bagaikan Tuhan di mata rakyatnya?” tanya The Sun. Sedang The Star menyamakan Hirohito dengan Adolf Hitler. Militerisme Jepang yang kemudian berambisi menggelar jajahan memang sangat menyakitkan rakyat di banyak negara Asia. Rakyat Indonesia termasuk korban yang cukup parah dalam ambis Jepang tersebut. Banyak kalangan kemudian berpendapat, Kaisar Hirohito harus ikut bertanggung jawab atasr semua ironi itu. Namun orang juga mengakui bahwa Hirohito telah melakukan hal, yang terpuji pada saat Jepang berada di ambang kekalahan, menjelang akhir Perang Dunia II. Barangkali jika Kaisar diam saja, Jepang dan rakyatnya akan hancur. Saat itu pertengahan tahun 1945. Kabinet Jepang dan para petinggi militer bersikeras untuk tidak menyerah, walau sudah berkali-kali mendapat ultimatum Amerika Serikat dan sekutunya. Mereka tetap bersikukuh untuk melanjutkan perang sampai titik darah penghabisan. Presiden AS Truman dan PM Inggris Churchill terus mengeluarkan ultimatum agar Jepang menyerah. Namun PM Jepang Suzuki menolak. Tentu saja Amerika marah dan kemudian “menghukum” Jepang dengan menjatuhkan bom atom di Hiroshima, 6 Agustus 1945. Seluruh kota menjadi luluh-lantak. Tiga hari kemudian bom dijatuhkan di Nagasaki yang membuat kota itu berantakan. Pada 9 Agustus itu juga Kabinet Jepang bersidang untuk mengambil sikap berkaitan dengan pemboman tersebut. Hasilnya tidak ada kata menyerah dan Jepang tetap akan melanjutkan perang. Kaisar Hirohito melihat jika kabinet tetap bersikeras tidak mau menyerah, seluruh Jepang akan hancur akibat perang. Sang Kaisar melihat betapa menderitanya rakyat Jepang. Dan mereka akan lebih menderita lagi jika Jepang tetap melanjutkan perang pada saat kekalahan sudah di ambang pintu. Kaisar kemudian mengambil oper persoalan yang dihadapi Jepang. Hirohito yang sesungguhnya tidak mempunyai kekuatan untuk mengambil keputusan penting tanpa persetujuan Kabinet, nekad mengumumkan penghentian perang. Kalau ingin rakyat selamat, maka perang harus dihentikan. Itu kata hati Kaisar. Secara dramatis ternyata keputusan Kaisar itu dipatuhi para prajurit dan rakyat. Pada waktu itu mayoritas rakyat Jepang sesungguhnya sudah jijik terhadap perang yang dilakukan oleh tentara mereka. Banyak prajurit kemudian mengambil jalan lain, melakukan harakiri demi kehormatan pribadi, negara, dan raja. Dengan sekuat tenaga Kaisar berusaha menghentikan gelombang bunuh diri itu. Rakyat melihat apa yang dilakukan Kaisar merupakan sikap dan tindakan mulia. Banyak sejarawan berpendapat sesungguhnya Hirohito tidak menyukai perang. Hanya saya Kaisar tidak mempunyai kekuasaan atas militer. Maka terjadilah petualangan bala tentara Jepang yang kemudian berakhir dengan tragis itu. Ketika para pemimpin militer menghadap pada 1941, untuk memutuskan apakah Jepang ikut terjun atau tidak di kancah perang, Kaisar tidak memberikan jawaban secara jelas. Ia menjawab dengan bait-bait puisi seperti yang dikutip pada awal tulisan ini. Tentu tidak mudah memaknai puisi tersebut. Namun beberapa ahli sejarah berpendapat hal itu dilakukan Kaisar karena ia merasa tidak punya kekuatan untuk melarang apa yang akan dilakukan pemerintah. Kaisar memang tidak terjun di arena politik. Pada masa itu ia sudah menyerahkan urusan politik negara kepada para pembantu dekatnya. Sedang ia sendiri lebih suka berperan sebagai pemimpin tertinggi agama Shinto, Arahitogami. Para pembantu dekat itulah yang membawa Jepang ke kancah perang. Namun di luar negeri ada anggapan, Kaisar sebagai orang pertama yang harus bertanggung jawab atas semua yang terjadi. Seperti yang ditulis The Sun dart The Star, dua koran Inggris itu. Hirohito lahir 29 April 1901 di Tokyo, tepatnya di Istana Aoyama. Ia tercatat sebagai kaisar ke-124 selama lebih dari 2 ribu tahun sejarah kekaisaran Jepang. Orangtuanya Kaisar Taisho dan Permaisuri Sadako. Usia 3 tahun ia harus dipisahkan dengan kedua orangtuanya dan diasuh oleh keluarga Suniiyoshi Kawamura. Sebagai calon kaisar. Hirohito mendapat pendidikan secara keras. Ia sekolah di Gakushuin, sekolah khusus untuk para bangsawan. Untuk menggembleng jasmani ia berlatih di Bushido. Hirohito diangkat menjadi putera mahkota tahun 1916 dan 1926 dinobatkan menjadi kaisar. Setelah Jepang kalah perang. Hirohito nyaris diadili karena dituduh telah mengobarkan perang. Tapi Panglima Tertinggi Tentara Sekutu di Jepang, Jenderal McArthur, menyelamatkannya dengan menolak usul beberapa pihak yang tergabung di klaim Sekutu agar Kaisar diadili. Kemudian lahirlah Konstitusi 1947 yang mengatakan bahwa Hirohito tidak lagi punya kekuasan atas politik di Jepang. Ia lebih sebagai simbol pemersatu Jepang. Dalam Konstitusi tersebut juga dinyatakan Kaisar sebagai lambang negara dan lambang persatuan rakyat, yang memperoleh kedudukannya dari kehendak rakyat. Fungsi Kaisar dilukiskan semata-mata lambang. Dan dengan jelas dinyatakan bahwa Kaisar “tidak akan memiliki kekuasaan yang berhubungan dengan pemerintahan”. Supaya persoalan jadi lebih jelas Konstitusi menambahkan bahwa “nasihat dan persetujuan Kabinat harus diminta untuk semua tindakan Kaisar dalam soal-soal negara, dan Kabinat harus bertanggung jawab karena hal itu.” Jepang sebagai negara yang kalah perang memiliki rakyat yang suka berkelompok dan bekerja keras. Tidak terlalu lama setelah dihancurkan Sekutu, mereka bangkit dan beberapa tahun kemudian menjadi negara maju dan kaya. Jepang termasuk salah satu negara di dunia yang tergabung dalam G-10, yakni sepuluh negara terkaya di dunia. Jepang juga termasuk negara yang banyak membantu negara lain. Banyak orang menduga, Jepang cepat maju karena mereka tahu apa artinya penderitaan. Padahal setelah perang berakhir, rakyat Jepang benar-benar menderita. Mereka harus kuat menahan lapar dan dingin. Dalam tahun-tahun awal sesudah perang, ketika pangan amat sangat kurang dan ekonomi bisa dibilang lumpuh, rakyat yang kelaparan mencoba menanam apa saja di antara reruntuhan kota dan di mana pun tanah bisa ditanami. Mereka mencoba tetap kuat dan terus bertahan, dan ternyata mereka kuat Sehubungan dengan militerisme Jepang yang dahsyat, orang luar boleh saja kecewa terhadap Hirohito, namun di dalam negeri ia tetaplah manusia yang amat dicintai rakyatnya. Hal itu tampak sekali ketika Kaisar sakit pada bulan Oktober 1988. Setiap hari tidak terhitung orang dari pelosok negeri, tanpa menghiraukan cuaca dingin dan hujan lebat, datang untuk memanjatkan doa di depan Istana demi kesembuhannya. Dan hal itu juga dilakukan generasi muda Jepang yang sebelumnya dianggap sebagai golongan yang tidak mau peduli kepada Kaisar dan keluarga istana. Fenomena itu cukup mengejutkan. Kaisar Hirohito meninggal pada usia 87 tahun. Pada saat meninggalnya seluruh Jepang berduka, tidak peduli siapa mereka. Apakah mereka anak-anak, remaja, dewasa dan orang tua. Semuanya menangisi kepergian “Sang Dewa”. Selain menulis puisi Hirohito juga mempunyai kegemaran tenis, berenang, main ski, menonton drama televisi dan pertandingan sumo. Tentang kesukaannya menulis puisi, Hirohito tidak diragukan lagi. Bahkan ia sering menjawab pertanyaan dengan bait-bait puisi yang bisa menimbulkan berbagai interpretasi.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/hennysovya/kaisar-hirohito-tokoh-pemimpin-militeristik_552947eaf17e61b7588b459b
Pada samudra yang mengelilingi keempat penjuru dunia Tiap manusia adalah bersaudara Mengapa menganginkan dan mengairi perang Mengganggu pardamaian diantara kita” IA adalah kaiser yang dicintai rakyat ini sebagai manusia “setengah” dewa. Atau dewa yang turun ke bumi. Namun tidak urung ada yang sangat tidak menyukainya. Sebuah koran kuning di Inggris The Sun dan The Star dalam salah satu tulisannya secara terang-terangan menyatakan dendam kepada Sang Kaisar Dan koran itu menganggap kesalahan terbesar yang dilakukan Kaisar Hirohito adalah tidak mencegah militerisme Jepang dalam Perang Dunia II. Padahal ia bisa melakukan hal itu hanya dengan satu lambaian tangan. “Bukankan ia bagaikan Tuhan di mata rakyatnya?” tanya The Sun. Sedang The Star menyamakan Hirohito dengan Adolf Hitler. Militerisme Jepang yang kemudian berambisi menggelar jajahan memang sangat menyakitkan rakyat di banyak negara Asia. Rakyat Indonesia termasuk korban yang cukup parah dalam ambis Jepang tersebut. Banyak kalangan kemudian berpendapat, Kaisar Hirohito harus ikut bertanggung jawab atasr semua ironi itu. Namun orang juga mengakui bahwa Hirohito telah melakukan hal, yang terpuji pada saat Jepang berada di ambang kekalahan, menjelang akhir Perang Dunia II. Barangkali jika Kaisar diam saja, Jepang dan rakyatnya akan hancur. Saat itu pertengahan tahun 1945. Kabinet Jepang dan para petinggi militer bersikeras untuk tidak menyerah, walau sudah berkali-kali mendapat ultimatum Amerika Serikat dan sekutunya. Mereka tetap bersikukuh untuk melanjutkan perang sampai titik darah penghabisan. Presiden AS Truman dan PM Inggris Churchill terus mengeluarkan ultimatum agar Jepang menyerah. Namun PM Jepang Suzuki menolak. Tentu saja Amerika marah dan kemudian “menghukum” Jepang dengan menjatuhkan bom atom di Hiroshima, 6 Agustus 1945. Seluruh kota menjadi luluh-lantak. Tiga hari kemudian bom dijatuhkan di Nagasaki yang membuat kota itu berantakan. Pada 9 Agustus itu juga Kabinet Jepang bersidang untuk mengambil sikap berkaitan dengan pemboman tersebut. Hasilnya tidak ada kata menyerah dan Jepang tetap akan melanjutkan perang. Kaisar Hirohito melihat jika kabinet tetap bersikeras tidak mau menyerah, seluruh Jepang akan hancur akibat perang. Sang Kaisar melihat betapa menderitanya rakyat Jepang. Dan mereka akan lebih menderita lagi jika Jepang tetap melanjutkan perang pada saat kekalahan sudah di ambang pintu. Kaisar kemudian mengambil oper persoalan yang dihadapi Jepang. Hirohito yang sesungguhnya tidak mempunyai kekuatan untuk mengambil keputusan penting tanpa persetujuan Kabinet, nekad mengumumkan penghentian perang. Kalau ingin rakyat selamat, maka perang harus dihentikan. Itu kata hati Kaisar. Secara dramatis ternyata keputusan Kaisar itu dipatuhi para prajurit dan rakyat. Pada waktu itu mayoritas rakyat Jepang sesungguhnya sudah jijik terhadap perang yang dilakukan oleh tentara mereka. Banyak prajurit kemudian mengambil jalan lain, melakukan harakiri demi kehormatan pribadi, negara, dan raja. Dengan sekuat tenaga Kaisar berusaha menghentikan gelombang bunuh diri itu. Rakyat melihat apa yang dilakukan Kaisar merupakan sikap dan tindakan mulia. Banyak sejarawan berpendapat sesungguhnya Hirohito tidak menyukai perang. Hanya saya Kaisar tidak mempunyai kekuasaan atas militer. Maka terjadilah petualangan bala tentara Jepang yang kemudian berakhir dengan tragis itu. Ketika para pemimpin militer menghadap pada 1941, untuk memutuskan apakah Jepang ikut terjun atau tidak di kancah perang, Kaisar tidak memberikan jawaban secara jelas. Ia menjawab dengan bait-bait puisi seperti yang dikutip pada awal tulisan ini. Tentu tidak mudah memaknai puisi tersebut. Namun beberapa ahli sejarah berpendapat hal itu dilakukan Kaisar karena ia merasa tidak punya kekuatan untuk melarang apa yang akan dilakukan pemerintah. Kaisar memang tidak terjun di arena politik. Pada masa itu ia sudah menyerahkan urusan politik negara kepada para pembantu dekatnya. Sedang ia sendiri lebih suka berperan sebagai pemimpin tertinggi agama Shinto, Arahitogami. Para pembantu dekat itulah yang membawa Jepang ke kancah perang. Namun di luar negeri ada anggapan, Kaisar sebagai orang pertama yang harus bertanggung jawab atas semua yang terjadi. Seperti yang ditulis The Sun dart The Star, dua koran Inggris itu. Hirohito lahir 29 April 1901 di Tokyo, tepatnya di Istana Aoyama. Ia tercatat sebagai kaisar ke-124 selama lebih dari 2 ribu tahun sejarah kekaisaran Jepang. Orangtuanya Kaisar Taisho dan Permaisuri Sadako. Usia 3 tahun ia harus dipisahkan dengan kedua orangtuanya dan diasuh oleh keluarga Suniiyoshi Kawamura. Sebagai calon kaisar. Hirohito mendapat pendidikan secara keras. Ia sekolah di Gakushuin, sekolah khusus untuk para bangsawan. Untuk menggembleng jasmani ia berlatih di Bushido. Hirohito diangkat menjadi putera mahkota tahun 1916 dan 1926 dinobatkan menjadi kaisar. Setelah Jepang kalah perang. Hirohito nyaris diadili karena dituduh telah mengobarkan perang. Tapi Panglima Tertinggi Tentara Sekutu di Jepang, Jenderal McArthur, menyelamatkannya dengan menolak usul beberapa pihak yang tergabung di klaim Sekutu agar Kaisar diadili. Kemudian lahirlah Konstitusi 1947 yang mengatakan bahwa Hirohito tidak lagi punya kekuasan atas politik di Jepang. Ia lebih sebagai simbol pemersatu Jepang. Dalam Konstitusi tersebut juga dinyatakan Kaisar sebagai lambang negara dan lambang persatuan rakyat, yang memperoleh kedudukannya dari kehendak rakyat. Fungsi Kaisar dilukiskan semata-mata lambang. Dan dengan jelas dinyatakan bahwa Kaisar “tidak akan memiliki kekuasaan yang berhubungan dengan pemerintahan”. Supaya persoalan jadi lebih jelas Konstitusi menambahkan bahwa “nasihat dan persetujuan Kabinat harus diminta untuk semua tindakan Kaisar dalam soal-soal negara, dan Kabinat harus bertanggung jawab karena hal itu.” Jepang sebagai negara yang kalah perang memiliki rakyat yang suka berkelompok dan bekerja keras. Tidak terlalu lama setelah dihancurkan Sekutu, mereka bangkit dan beberapa tahun kemudian menjadi negara maju dan kaya. Jepang termasuk salah satu negara di dunia yang tergabung dalam G-10, yakni sepuluh negara terkaya di dunia. Jepang juga termasuk negara yang banyak membantu negara lain. Banyak orang menduga, Jepang cepat maju karena mereka tahu apa artinya penderitaan. Padahal setelah perang berakhir, rakyat Jepang benar-benar menderita. Mereka harus kuat menahan lapar dan dingin. Dalam tahun-tahun awal sesudah perang, ketika pangan amat sangat kurang dan ekonomi bisa dibilang lumpuh, rakyat yang kelaparan mencoba menanam apa saja di antara reruntuhan kota dan di mana pun tanah bisa ditanami. Mereka mencoba tetap kuat dan terus bertahan, dan ternyata mereka kuat Sehubungan dengan militerisme Jepang yang dahsyat, orang luar boleh saja kecewa terhadap Hirohito, namun di dalam negeri ia tetaplah manusia yang amat dicintai rakyatnya. Hal itu tampak sekali ketika Kaisar sakit pada bulan Oktober 1988. Setiap hari tidak terhitung orang dari pelosok negeri, tanpa menghiraukan cuaca dingin dan hujan lebat, datang untuk memanjatkan doa di depan Istana demi kesembuhannya. Dan hal itu juga dilakukan generasi muda Jepang yang sebelumnya dianggap sebagai golongan yang tidak mau peduli kepada Kaisar dan keluarga istana. Fenomena itu cukup mengejutkan. Kaisar Hirohito meninggal pada usia 87 tahun. Pada saat meninggalnya seluruh Jepang berduka, tidak peduli siapa mereka. Apakah mereka anak-anak, remaja, dewasa dan orang tua. Semuanya menangisi kepergian “Sang Dewa”. Selain menulis puisi Hirohito juga mempunyai kegemaran tenis, berenang, main ski, menonton drama televisi dan pertandingan sumo. Tentang kesukaannya menulis puisi, Hirohito tidak diragukan lagi. Bahkan ia sering menjawab pertanyaan dengan bait-bait puisi yang bisa menimbulkan berbagai interpretasi.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/hennysovya/kaisar-hirohito-tokoh-pemimpin-militeristik_552947eaf17e61b7588b459b
Pada samudra yang mengelilingi keempat penjuru dunia Tiap manusia adalah bersaudara Mengapa menganginkan dan mengairi perang Mengganggu pardamaian diantara kita” IA adalah kaiser yang dicintai rakyat ini sebagai manusia “setengah” dewa. Atau dewa yang turun ke bumi. Namun tidak urung ada yang sangat tidak menyukainya. Sebuah koran kuning di Inggris The Sun dan The Star dalam salah satu tulisannya secara terang-terangan menyatakan dendam kepada Sang Kaisar Dan koran itu menganggap kesalahan terbesar yang dilakukan Kaisar Hirohito adalah tidak mencegah militerisme Jepang dalam Perang Dunia II. Padahal ia bisa melakukan hal itu hanya dengan satu lambaian tangan. “Bukankan ia bagaikan Tuhan di mata rakyatnya?” tanya The Sun. Sedang The Star menyamakan Hirohito dengan Adolf Hitler. Militerisme Jepang yang kemudian berambisi menggelar jajahan memang sangat menyakitkan rakyat di banyak negara Asia. Rakyat Indonesia termasuk korban yang cukup parah dalam ambis Jepang tersebut. Banyak kalangan kemudian berpendapat, Kaisar Hirohito harus ikut bertanggung jawab atasr semua ironi itu. Namun orang juga mengakui bahwa Hirohito telah melakukan hal, yang terpuji pada saat Jepang berada di ambang kekalahan, menjelang akhir Perang Dunia II. Barangkali jika Kaisar diam saja, Jepang dan rakyatnya akan hancur. Saat itu pertengahan tahun 1945. Kabinet Jepang dan para petinggi militer bersikeras untuk tidak menyerah, walau sudah berkali-kali mendapat ultimatum Amerika Serikat dan sekutunya. Mereka tetap bersikukuh untuk melanjutkan perang sampai titik darah penghabisan. Presiden AS Truman dan PM Inggris Churchill terus mengeluarkan ultimatum agar Jepang menyerah. Namun PM Jepang Suzuki menolak. Tentu saja Amerika marah dan kemudian “menghukum” Jepang dengan menjatuhkan bom atom di Hiroshima, 6 Agustus 1945. Seluruh kota menjadi luluh-lantak. Tiga hari kemudian bom dijatuhkan di Nagasaki yang membuat kota itu berantakan. Pada 9 Agustus itu juga Kabinet Jepang bersidang untuk mengambil sikap berkaitan dengan pemboman tersebut. Hasilnya tidak ada kata menyerah dan Jepang tetap akan melanjutkan perang. Kaisar Hirohito melihat jika kabinet tetap bersikeras tidak mau menyerah, seluruh Jepang akan hancur akibat perang. Sang Kaisar melihat betapa menderitanya rakyat Jepang. Dan mereka akan lebih menderita lagi jika Jepang tetap melanjutkan perang pada saat kekalahan sudah di ambang pintu. Kaisar kemudian mengambil oper persoalan yang dihadapi Jepang. Hirohito yang sesungguhnya tidak mempunyai kekuatan untuk mengambil keputusan penting tanpa persetujuan Kabinet, nekad mengumumkan penghentian perang. Kalau ingin rakyat selamat, maka perang harus dihentikan. Itu kata hati Kaisar. Secara dramatis ternyata keputusan Kaisar itu dipatuhi para prajurit dan rakyat. Pada waktu itu mayoritas rakyat Jepang sesungguhnya sudah jijik terhadap perang yang dilakukan oleh tentara mereka. Banyak prajurit kemudian mengambil jalan lain, melakukan harakiri demi kehormatan pribadi, negara, dan raja. Dengan sekuat tenaga Kaisar berusaha menghentikan gelombang bunuh diri itu. Rakyat melihat apa yang dilakukan Kaisar merupakan sikap dan tindakan mulia. Banyak sejarawan berpendapat sesungguhnya Hirohito tidak menyukai perang. Hanya saya Kaisar tidak mempunyai kekuasaan atas militer. Maka terjadilah petualangan bala tentara Jepang yang kemudian berakhir dengan tragis itu. Ketika para pemimpin militer menghadap pada 1941, untuk memutuskan apakah Jepang ikut terjun atau tidak di kancah perang, Kaisar tidak memberikan jawaban secara jelas. Ia menjawab dengan bait-bait puisi seperti yang dikutip pada awal tulisan ini. Tentu tidak mudah memaknai puisi tersebut. Namun beberapa ahli sejarah berpendapat hal itu dilakukan Kaisar karena ia merasa tidak punya kekuatan untuk melarang apa yang akan dilakukan pemerintah. Kaisar memang tidak terjun di arena politik. Pada masa itu ia sudah menyerahkan urusan politik negara kepada para pembantu dekatnya. Sedang ia sendiri lebih suka berperan sebagai pemimpin tertinggi agama Shinto, Arahitogami. Para pembantu dekat itulah yang membawa Jepang ke kancah perang. Namun di luar negeri ada anggapan, Kaisar sebagai orang pertama yang harus bertanggung jawab atas semua yang terjadi. Seperti yang ditulis The Sun dart The Star, dua koran Inggris itu. Hirohito lahir 29 April 1901 di Tokyo, tepatnya di Istana Aoyama. Ia tercatat sebagai kaisar ke-124 selama lebih dari 2 ribu tahun sejarah kekaisaran Jepang. Orangtuanya Kaisar Taisho dan Permaisuri Sadako. Usia 3 tahun ia harus dipisahkan dengan kedua orangtuanya dan diasuh oleh keluarga Suniiyoshi Kawamura. Sebagai calon kaisar. Hirohito mendapat pendidikan secara keras. Ia sekolah di Gakushuin, sekolah khusus untuk para bangsawan. Untuk menggembleng jasmani ia berlatih di Bushido. Hirohito diangkat menjadi putera mahkota tahun 1916 dan 1926 dinobatkan menjadi kaisar. Setelah Jepang kalah perang. Hirohito nyaris diadili karena dituduh telah mengobarkan perang. Tapi Panglima Tertinggi Tentara Sekutu di Jepang, Jenderal McArthur, menyelamatkannya dengan menolak usul beberapa pihak yang tergabung di klaim Sekutu agar Kaisar diadili. Kemudian lahirlah Konstitusi 1947 yang mengatakan bahwa Hirohito tidak lagi punya kekuasan atas politik di Jepang. Ia lebih sebagai simbol pemersatu Jepang. Dalam Konstitusi tersebut juga dinyatakan Kaisar sebagai lambang negara dan lambang persatuan rakyat, yang memperoleh kedudukannya dari kehendak rakyat. Fungsi Kaisar dilukiskan semata-mata lambang. Dan dengan jelas dinyatakan bahwa Kaisar “tidak akan memiliki kekuasaan yang berhubungan dengan pemerintahan”. Supaya persoalan jadi lebih jelas Konstitusi menambahkan bahwa “nasihat dan persetujuan Kabinat harus diminta untuk semua tindakan Kaisar dalam soal-soal negara, dan Kabinat harus bertanggung jawab karena hal itu.” Jepang sebagai negara yang kalah perang memiliki rakyat yang suka berkelompok dan bekerja keras. Tidak terlalu lama setelah dihancurkan Sekutu, mereka bangkit dan beberapa tahun kemudian menjadi negara maju dan kaya. Jepang termasuk salah satu negara di dunia yang tergabung dalam G-10, yakni sepuluh negara terkaya di dunia. Jepang juga termasuk negara yang banyak membantu negara lain. Banyak orang menduga, Jepang cepat maju karena mereka tahu apa artinya penderitaan. Padahal setelah perang berakhir, rakyat Jepang benar-benar menderita. Mereka harus kuat menahan lapar dan dingin. Dalam tahun-tahun awal sesudah perang, ketika pangan amat sangat kurang dan ekonomi bisa dibilang lumpuh, rakyat yang kelaparan mencoba menanam apa saja di antara reruntuhan kota dan di mana pun tanah bisa ditanami. Mereka mencoba tetap kuat dan terus bertahan, dan ternyata mereka kuat Sehubungan dengan militerisme Jepang yang dahsyat, orang luar boleh saja kecewa terhadap Hirohito, namun di dalam negeri ia tetaplah manusia yang amat dicintai rakyatnya. Hal itu tampak sekali ketika Kaisar sakit pada bulan Oktober 1988. Setiap hari tidak terhitung orang dari pelosok negeri, tanpa menghiraukan cuaca dingin dan hujan lebat, datang untuk memanjatkan doa di depan Istana demi kesembuhannya. Dan hal itu juga dilakukan generasi muda Jepang yang sebelumnya dianggap sebagai golongan yang tidak mau peduli kepada Kaisar dan keluarga istana. Fenomena itu cukup mengejutkan. Kaisar Hirohito meninggal pada usia 87 tahun. Pada saat meninggalnya seluruh Jepang berduka, tidak peduli siapa mereka. Apakah mereka anak-anak, remaja, dewasa dan orang tua. Semuanya menangisi kepergian “Sang Dewa”. Selain menulis puisi Hirohito juga mempunyai kegemaran tenis, berenang, main ski, menonton drama televisi dan pertandingan sumo. Tentang kesukaannya menulis puisi, Hirohito tidak diragukan lagi. Bahkan ia sering menjawab pertanyaan dengan bait-bait puisi yang bisa menimbulkan berbagai interpretasi.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/hennysovya/kaisar-hirohito-tokoh-pemimpin-militeristik_552947eaf17e61b7588b459b

Tidak ada komentar:

Posting Komentar