Mengapa Donald Trump Menang dalam Pilpres AS
Palembang, 13 November 2016
Repost : http://www.antaranews.com/berita/595183/lima-hal-yang-membuat-donald-trump-menang
Lima hal yang membuat Donald Trump menang
Donald Trump akhirnya menjadi presiden Amerika Serikat dalam kemenangan
salah satu Pilpres Amerika Serikat yang paling bersejarah.
Dia menjadi bintang reality-show pertama dan non politisi pertama sejak Dwight Eisenhower yang menjadi calon presiden resmi sebuah partai besar.
Pada usia 70 tahun, dia menjadi orang paling tua yang terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat.
Berikut
lima alasan dari koran Inggris The Guardian, bagaimana dia bisa
terpilih menjadi presiden negara terkuat di dunia, dengan marjin suara
yang begitu besar dari lawannya Hillary Clinton.
Pesan yang sederhana
Trump
meniru dan mempermak janji Ronald Reagan mengenai bagaimana membuat AS
berjaya kembali yang memuat pesimisme sekaligus optimisme, dan ketakutan
sekaligus harapan. Janji-janjinya yang membumi serta mudah dicerna
orang dan patriotis telah menarik perhatian rakyat di negara di mana
patriotisme tak bisa diremehkan.
Selebriti
Pada 2003 Trump menjadi pengasuh acara reality show
televisi The Apprentice. Selama berpuluh tahun para pemirsa televisi
mengenal citra Trump sebagai pengusaha sukses, bos yang punya kekuasaan
untuk berkata "Kamu dipecat!", dan orang yang bisa menyelesaikan masalah
serta tahu segalanya.
Pada era media seperti sekarang, Trump
diuntungkan tidak hanya oleh modal finansial, tetapi juga oleh modal
selebritas. Dan pada 8 November dia menuai berkah dari kedua hal itu.
Lawannya
Trump
tahu lawan yang dihadapinya tidak populer. Sebagai istri seorang mantan
presiden yang pernah dua kali menjabat presiden, Hillary adalah wajah
yang mewakili kelompok kemapanan yang ada pada tahun ketika semua orang
menuntut perubahan. Akibatnya antusiasme kepadanya jauh lebih rendah
dibandingkan dengan kemunculan Obama pada 2008.
Kerentanan Hillary
terlihat ketika dia susah payah mengalahkan Senator Bernie Sanders yang
menjadi lawannya pada pemilihan calon presiden dari kubu Demokrat.
Ironisnya Sander dan Trump sama-sama menolak perdagangan bebas dan
globalisasi.
Reaksi Republik
Trump memerangi partainya
sendiri. Dia mencerca kaum kemapanan di Republik. Dia serang keluarga
Bush, Ketua DPR Paul Ryan, bekas calon presiden Mitt Romney dan John
McCain, serta banyak lagi.
Ini memang menyatukan Republik untuk
menyudutkan balik Trump, namun di mata rakyat Trump dianggap pahlawan
karena berani menggugat kelompok kemapanan di mana pemilih Republik
kerap mengeluhkan para wakil rakyat pilihan mereka dari Republik telah
mengingkari janji-janji mereka. Jadi ketika Trump diserang kelompok
kemapanan Republik dia malah dibela rakyat.
Antitesis
Ketika
Obama terpilih pertama kali pada 2008, 74 persen pemilih adalah kulit
putih. Pada 2012, angka itu turun menjadi 71 persen, dan pada 2016
diperkirakan turun menjadi 69 persen. Setelah Mitt Romney kalah empat
tahun silam, Republik didesak mengalihkan perhatian kepada pemilih
wanita dan minoritas agar partai selamat. Namun Trump justru melakukan
sebaliknya. Dia bersikukuh menampilkan diri sebagai antitesis murni
Obama, tak peduli suara perempuan dan minoritas. Dia justru menampilkan
diri sebagai antitesis Obama yang peragu dan sabar. Berbalikkan dengan
Obama yang peragu, sabar dan toleran, Trump malah terkesan tidak
toleran, keras cenderung kasar, dan tidak sabaran.
Mengenai hal ini,
David Axelrod, otak di balik sukses Obama pada Pemilu lalu, pernah
berkata, ""jadi siapa di antara orang-orang Republik yang lebih
antitesis untuk Obama ketimbang Trump yang tinggi hati, otoriter, dan
tanpa tedeng aling-aling?"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar