Minggu, 13 November 2016

Biografi Evan Spiegel

 Palembang, 13 November 2016

Repost : http://www.pengusaha.us/2015/03/biografi-lengkap-evan-spiegel-pendiri.html

 

Biografi Evan Spiegel 

 Siapa Evan Spiegel? Ternyata dia bukanlah anak muda biasa. Terlahir dari keluarga berada, putra tertua dari pasangan pengacara. Lahir di tahun 1990 merupakan putra dari pasangan Melissa, lulusan Harvard, yang bekerja sebagai pengacara pajak yang kemudian berhenti. Ayahnya bernama John W. Spiegel belajar di fakultas ekonomi di Stanford dan juga lulusan hukum dari Yale. Kehidupan Evan bisa dibilang lebih lah dari berkecukupan di masa kecilnya.

Ketika ia dilahirkan sang ayah sudahlah memiliki karir yang mapan. Ibunya berhenti bekerja dan memilih untuk menjadi ibu rumah tangga. Keluarga Spiegel menikmati hidup dengan rumah seharga $2 juta. Punya pendapatan mencapai $3 juta di 2006. Punya beberapa mobil mewah seperti tiga Lexuses dan Mustang tahun 1996.
Evan bersama dua saudarinya masuk ke sekolah privat di Santa Monica. Yang mana ketiganya punya satu mentor bergaji $250 per- jam. John Spiegel selalu meyakinkan hidup mereka bersaudara istimewa. Ketika masih kecil Evan pernah dibully. Disebutkan oleh situs Laweely.com bahwasanya itu sebagai "salah sangka dari beberapa teman sekelas". Ketika itu ia masih kelas 4, yang pada akhirnya semua masalah diserahkan kepada ayahnya. Ya, dengan pengaruh, masalah sosial dirinya bisa mudah diredam.
Ketika masuk sekolah dia sudah dibelikan mobil. Namun tak diperbolehkan untuk parkir di sekolahnya itu. Ayahnya kemudian meminta seorang teman untuk membolehkannya memarkirkan mobil.
Semua kenyamanan itu sudah berubah drastis ketika April 2007. Kedua orang tuanya memutuskan untuk bercerai. Peceraian nampaknya mengguncang jiwa Evan. Memilih hidup antara ayah atau ibu. Jiwa seorang venture- capitalist ada dalam dirinya. Ia memilih hidup bersama keduanya, lebih banyak ke ayahnya. Dia mendapatkan satu kamar istimewa dari rumah baru milik ayahnya. Disisi lain, dia masih bisa mendapatkan kasih sayang dari ibunya juga.

Bekerja mandiri

Meski hidup berada tak berarti Evan tak bisa bekerja. Satu pekerjaan pertama kali tercatat datang dari seorang teman. Tanpa berpikir panjang ia bekerja menjadi Marketing Internship di perusahaan Red Bull. Memang Evan terobsesi dengan minuman energi. Muda dan punya banyak uang, kemampuannya dalam karir memang menonjol, semenonjol kebiasaan berpestanya. Dalam penjelasannya ibunya, pada Oktober 2007, ada 300 orang remaja tercatat ikut dalam sebuah pesta.
Pengeluaran Evan mulai tak terkendali. Ayahnya merasa ini merupakan dampak perceraiannya; dianggapnya biasalah. Tapi John akhirnya menghitung kembali budget -nya. Evan setuju untuk dalam kedisplinan. Namun, ada permintaan yang harus dipenuhi sang ayah sekali lagi: sebuah mobil BMW 550i, yang mana itu seharga $75.000.
Ia sadar bahwa ayahnya bekerja sangat keras. Menyebutnya bekerja sangat keras untuk gaya hidup yang menakjubkan mereka. Evan mulai berterima kasih. Semua diwujudkan dengan mengurangi biaya untuk makan, pakaian, intertainmen, dan transportasi sampai cuma $2.000per- bulan. Tapi tetap meminta uang berjaga- jaga $2.000 untuk disimpan. "Hidupnya penuh dengan biaya tak terduga," jelasnya. Evan juga menyebut hidupnya adalah sebuah bubble (merujuk pada bubble dot com)
Bisa dibilang Evan Spiegel sadar akan kenyamanan itu bisa berubah kapanpun. Meski hidup dalam 'nyaman' tak membuatnya berhenti berkarya. Termasuk tentang jiwa kewirausahaan itu. Evan mendapatkan itu bahkan ketika hidup nyaman bersama kamar besarnya. Dia pernah pernah mengambil pelajaran tambahan di desain di musim panas 2005. Dia bersekolah tambahan di Otis Collage of Art and Design, Los Angeles.
Sebuah pengalaman berkesa baginya ketika berumur 15 tahun. Dia pernah bekerja di sebuah koran sekolah yang bernama Crossfire, bagian dari Crossroad Newspaper. Ia akan berkeliling ke bisnis- bisnis lokal dan mulai menawarkan iklan. Kala itu masuk ke kelas jurnalis ini, jika berbicara tentang menjual iklan, maka Evan lah paling tinggi di bagian menjual iklan. Evan disebut sebagai paling punya tujuan mencapai angka penjualan.
Dan sebelum masa seniornya di sekolah, ia memutuskan bekerja dulu, memilih untuk bekerja di Red Bull  seperti cerita diatas.
"Saya mencintai merek, saya mencintai gaya hidup, dan saya terobsesi dengan minuman. Saya harus menjadi bagian dari itu, " ungkapnya. "Jadi saya menemukan seorang teman yang tahu seorang pria yang bekerja di sana, dan saya memohon pekerjaan. Saya memanggilnya berulang kali, kami bertemu untuk minum kopi, dan saya setuju untuk melakukan apapun untuk Red Bull. "
Memilih masuk Stanford merupakan pilihan terbaik. Disana, tahun 2007, merupakan tempat terbaik untuk mencari miliarder selanjutnya. Khususnya untuk jurusan pemrograman tentunya. Jika pada umumnya orang akan menilai seorang program desainer adalah orang jenius dalam dunia teknologi. Menguasai kemampuan untuk membuat software. Nyatanya, kode memang sangat esential, tapi yang terpenting dalam kuliahnya adalah soal bertanggung jawab atas pengalaman pengguna.
Mengambil jurusan desainer produk Evan memulai langkahnya. Dia menjadi dekat denga dosennya di bidang komputer. Evan kemudian belajar membangun komputer dari nol. Kenapa tak memilih menjadi seorang ahli hukum. Dalam artikelnya disebutkan Evan tak bisa masuk ke almameter ayahnya. Hasil testnya tak sukses untuk masuk.
Satu hal talenta tak terbantahkan seorang Evan Spiegel adalah kemampuannya untuk bertemu orang yang tepat dan membangun hubungan yang tepat.
 
 

Sejarah Snapchat

 Sebagai mahasiswa kehidupan sosial Evan berkembang pesat. Berkat kerabat dia bertemu dengan sosok bernama Peter Wendell, pendiri Sierra Ventures, yang membantunya lulus lebih awal. Bukan lulus dari apa yang dipelajarinya di kampus tapi tentang entrepreneurship alias kewirausahaan. Ini termasuk mulai dekatnya dia dengan dunia venture capitalist. Evan bisa duduk bersama orang- orang besar, seperti Eric Schmidt CEO Google, dan Chad Hurley salah satu penemu You Tube.

Dari menjadi mentor atau guru hingga menjadi patner adalah sosok Scott Cook, CEO Intuit. Dengan jujur ia meminta pekerjaan kepada Cook.

"Setelah kelas satu hari, saya memohon Scott Cook untuk pekerjaan. " jelasnya dalam sebuah konfrensi tentang bisnis.

Cook sendiri tertarik dengan sosok Evan Spiegel. Kapan Snapchat ditemukan, dalam artikel, disimpulkan idenya hadir ketika ia mengikuti sebuah perkumpulan. Sebuah organisasi bernama persaudaraan bernama Kappa Sigma. Dia menduduki peran penting dalam persaudaraan tersebut. Suatu ketika, di musim gugur di tahun 2010, ketika mereka mengadakan pesta besar yang kacau. Dia tengah bersama seorang kawan lama bernama Frank Reginald Brown II, yang juga anggota Kappa.

Persaudaraan mengalami masalah karena pesta; tidak ada pesta. Itulah kesimpulan akhir dari administrator kampus. Evan dan Brown cuma sibuk tinggal di asramanya saja. Pada musim Semi 2010, tak ada pesta, ia dan Brown cuma sibuk di Kimbal Hall. Disana pula ide tentang Snapchat muncul. Moto dari Kappa Sigma adalah "brothers in heart throughout life". Mengutamakan persaudaraan dalam hidup itulah ide dibalik si Snapchat.

Sayangnya, seperti film The Social Network selalu ada masalah menyangkut persaudaraan. Jika di film itu yang pecah perkawanan karena organisasi adalah Mark Zuckerberg dan Eduardo Severin; kamu pasti sadar siapa di Snapchat.

Ide awalnya adalah Brown membawa ide itu untuk Evan. Kemudian ia mempekerjakan seseorang bernama Bobby Murphy, penemu FutureFeshmen.com. Dia akan membantu dibagian mengkode. Ketiganya menjadi satu tim membangun sebuah aplikasi. Musim panas 2011, mereka bersama tinggal di perumahaan bernama Toyopa Drive di Pacific Palisades. Awalnya, Snapchat itu bernama Picaboo, dimana diluncurkan pada bulan April 2011.

Karena Brown bukanlah kuliah di komputer. Cuma lulusan Sastra Inggris menjadikannya terbatas dalam hal pengembangan produk. Mudahnya ia cuma mengerjakan hal teknis seperti marketing dan hal patent.

Brown mulai berbicara tentang foto. Mereka berdua berbicara tentang foto yang menghilang. Sebetulnya saat itu, Evan bersama Murphy sudahlah mengerjakan aneka startup. Tapi semua startup -nya gagal. Di bisnis startup -nya, Evan bekerja sebagai desainer, sementara Murphy adalah lulusan ilmu komputer asal kampus Bay Area. Ide bisnis startup sudahlah ada sejak SMA hingga kuliah.


Logo Snapchat


Satu bulan mengerjakan Picaboo, Brown diusir, dikeluarkan dari perusahaan yang ia ikut bangun. Dalam surat tuntutannya ke pengadilan. Dia menuntut saham atas Spiegel, Murphy, dan juga investor Snapchat. Brown sendiri mengaku dirinya lah yang mendesain logo. Ia lah yang memberi nama mascot itu dengan nama 'Ghostface Chillah' seperti yang dilaporkan oleh CNet. Yang mana pada logo sekarang Snapchat tak lagi punya logo hantu tersenyum (telah berubah, mungkin efek tuntutan).

Menurut tuntutan Brown, awalnya, konsep Picaboo adalah permainan foto. Dimana foto akan kadaluarsa ketika 10 menit atau kurang. Ide tentang foto dewasa juga termasuk dalam pemikiran. Snapchat dikatakan adalah cara terbaik untuk 'becth' (dari kata Bitch). Dimana ada kesempatan bagi pengunggah foto untuk mendapatkan pengampunan. Bahkan ketika seseorang memegang hanphonenya -foto itu hilang. Tentu ini tidaklah terbatas pada foto seksi.

Ini termasuk menggila dengan aplikasi untuk memotret tampang kusut kamu, potongan rambut palsu, atau juga makanan yang menyangkut di gigi.

"Ini adalah foto- foto momentum, jadi tangkap moment itu untuk bagaimana anda menjalani kehidupan sehari- hari anda," kata rilisnya. "Yang paling penting, tidak khawatir tentang apa yang datang berikutnya."

Ya, kamu bisa membagi bagaimana hasil masakan kamu, menyatakan cinta, atau apapun ke sehabat atau ke pasangan. Tak perlu khawatir jika foto itu terlalu memalukan karena itu akan hilang.

Mereka bertiga bekerja sama di rumah Spiegel. Dimana Evan membuat desain layanannya, Murphy lalu mengerjakan kodenya, sementara itu Brown... bekerja sebagai 'pembantu'. Dalam kasusnya ia mengaku berkontribusi akan logonya. Ketiganya lantas bersulang untuk peluncuran. Aplikasi tersebut mulai naik ke atas. "Benda itu telah meroket," sebuah pesan dari Spiegel untuk Brown.

Beda aplikasi lain Snapchat tak membutuhkan dukungan Facebook. Atau pun sosial media lainnya, atau pun membutuhkan marketing khusus. Cuma dari mulut- ke- mulut melalui remaja yang kegirangan atas aplikasi tersebut. Mereka mulai mengajak teman- teman melalui jalur buku telphon. Pertama yang ketagihan atas layanan Snapchat tak lain merupakan adik sepupu Spiegel sendiri. Evan sendiri melalukan promosi dengan caranya sendiri. Melalui promosi ke blogger, menyebut mereka berdua membangun sebuah aplikasi.

Pada musim panas, perasaan akan produknya akan dicuri timbul. Dengan giatnya promosi aktif menjamur dari mulut ke mulut dan melalui blog; Evan khawatir. Ia lantas mengutus Brown mengurus hal legal seperti hak paten produknya ini. Berjalan waktu pula, Brown mulai kehilangan fungsinya di perusahaan, sementara itu Evan dan Murphy mulai berencana mengeluarkannya. Di awal musim panas itu, secara tak sengaja Brown mendengarkan pembicaraan keduanya. Brown pun memanfaatkan hak patent untuk meningkatkan daya.

Memastikan dirinya tak akan dikeluarkan. Ia menarus nama Evan Spiegel dibelakang sekali. Jadi urutannya adalah dia, Murphy, dan Spiegel dalam proseses pembuatan. Surat patent yang sudah dilengkapi tersebut jadi perang antar ketiganya. Brown menolak untuk membagi pengisian surat pengajuan patent. Ketika itu pula, ia kembali ke rumahnya di South Carolina. Dalam suasana yang panas, Brown menelephon keduanya, mereka bertiga saling beragumentasi atas segalanya.

Sebuah pembicaraan telephon tiga arah itu terjadi pada 16 Agustus 2011. Brown meminta saham atas apa yang mereka kerjakan. Dalam testimoni milik Murphy: disebutkan bahwasanya Brown lah yang menuntun talenta Spiegel. Menyebut bahwa dirinya berperan sebagai penggagas atas apa yang mereka kerjakan. Ini cukup membuat Evan kecewa. Ia menyerah meninggalkan Murphy dan Brown berdebat. Akhirnya Brown meminta 30 persen saham atas aplikasi mereka.

Muphy menolak, "Itu tak akan pernah terjadi."

Sesaat setelah semuanya selesai. Evan segera mengirim pesang singkat terakhir, "Hey man, aku sejujurnya merasa terhina jadi aku akan memastikan aku tidak akan bereaksi berlebihan. Aku sebenarnya ingin untuk melanjutkan percakapan tapi itu sulit ketika aku merasa diserang terus. Aku cuma akan memastikan bahwa kamu mendapatkan kredit atas ide pesan berwaktu karena itu terdengar sangat berarti buat mu."

Sepertinya percakapan itu cuma berakhir percakapan. Selepas itu, Evan dan Murphy memutuskan untuk mengubah password server dan akun. Semua hubungan komunikasi dengan Brown diputus total. Tak mau menyerah, Brown mengirimkan email ancaman pengadilan. Dia menyebut meminta 20 persen dan akan lah masuk ke pengedalian jika kurang.

Dalam tuntutan tersebut, pengacara Evan menyebut, "transparan dan meyakinkan mencoba menjatuhkan Mr. Spiegel dan Mr. Murphy untuk saham atas kontribusi kosong."

Tanpa perjanjian tertulis Brown mencoba mengambil hak atas perusahaan. David Aronoff, sebagai pihak yang menangani kasus hak cipta, menyanggah permintaan Brown atas ide yang diungkapkan Brown. Ide awal bagi hukum cumalah 'potongan' kecil tak berarti untuk pembagian saham. Ketika kamu mengungkap sebuah ide; itu adalah sesuatu yang bebas. Siapa saja bisa menggunakannya dan merubahnya. Karena ide Brown tanpa kontrak maka tak memiliki kekuatan hukum.

Setelah Brown dipaksa keluar, Spiegel dan Murphy merubah nama perusahaanya dari Picaboo menjadi yang kita tau sekarang.

Snapchat resmi didowload pada Februari 2012. Waktunya sangat bertepatan dengan munculnya iPhone dengan kamera depan. Sebuah awal bagi pengalaman berbeda untuk berfoto selfi dan kebebasan komunikasi. Pada bulan Februari 2012 -an, Spiegel dan Murphy telah memiliki pengguna 40.000 dan mamanfaatkan dana pribadi kartu kredit untuk membayar untuk server, menurut akun di The New Yorker.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar